Bank Syariah Muhammadiyah, Mimpi Besar yang Menanti Realisasi Nyata

  • Bagikan

Risiko Kompetisi Internal

Muhammadiyah juga harus berhitung terhadap potensi konflik internal. Saat ini, organisasi telah memiliki 10 BPRS, jaringan BTM, hingga koperasi yang cukup mapan.

Mendirikan bank umum syariah tanpa sinergi bisa menimbulkan kompetisi internal, atau bahkan resistensi dari lembaga yang sudah eksis. Padahal, jika dikonsolidasikan, kekuatan keuangan Muhammadiyah bisa menjadi kekuatan besar yang saling menopang.

Tiga opsi ada di depan mata yakni mendirikan bank baru dari nol, mengakuisisi bank yang sudah ada, atau mengonsolidasikan BPRS menjadi bank umum syariah. Setiap opsi punya konsekuensi, kelebihan, dan tantangan tersendiri.

Dalam konteks efisiensi dan tren digitalisasi, ide membentuk Bank Syariah Digital Muhammadiyah layak dipertimbangkan. Tanpa perlu membangun kantor cabang fisik secara masif, bank digital bisa menjangkau seluruh Indonesia hanya dengan aplikasi.

Ini lebih hemat biaya, lebih sesuai dengan profil warga Muhammadiyah yang tech-savvy, dan sejalan dengan industri keuangan masa depan.

Bank digital juga bisa menjadi medium edukatif. Bayangkan jika setiap sekolah, kampus, dan masjid Muhammadiyah punya literasi keuangan syariah melalui platform ini.

Bisa dibayangkan bagaimana dampaknya terhadap kesadaran ekonomi umat dalam jangka panjang.

Bank Syariah Muhammadiyah adalah mimpi besar. Namun seperti kata pepatah, “semangat tak boleh melebihi kapasitas, dan harapan tak boleh menutup mata dari risiko.” Pendirian BSM harus melibatkan perencanaan strategis, bukan sekadar euforia.

Jika berhasil, BSM bisa menjadi ikon baru gerakan ekonomi Islam modern, memperkuat posisi Muhammadiyah sebagai motor dakwah sosial-keagamaan, sekaligus menjadi contoh kemandirian umat yang menginspirasi.

Namun jika gagal, bukan hanya dana umat yang terbuang. Kepercayaan publik bisa runtuh, dan itu lebih sulit diperbaiki daripada sekadar angka di neraca keuangan.

Mewujudkan Bank Syariah Muhammadiyah adalah perjalanan panjang dan terjal. Tapi sejarah membuktikan, Muhammadiyah bukan organisasi yang mudah menyerah. Selama ada komitmen, integritas, dan profesionalisme, mimpi ini bukan hal yang mustahil.

Kini, tinggal bagaimana langkah-langkah konkret diambil. Karena dalam dunia ekonomi, mimpi yang tak dikawal strategi hanya akan jadi retorika.

  • Bagikan