Proses penunjukkan tersebut dilakukan tanpa mekanisme dan ketentuan dalam proses pengadaan barang dan jasa, diatur oleh Topan bersama dengan Rasuli dan staf UPTD. KPK menduga terdapat pemberian uang dari Akhirun dan Rayhan kepada Rasuli.
Sementara itu, KPK menduga Heliyanto menerima uang sebesar Rp 120 juta dari Akhirun dan Rayhan sepanjang Maret 2024 hingga Juni 2025.
Dana itu diberikan sebagai bentuk imbalan atas pengaturan proyek dalam sistem e-katalog agar PT DNG dan PT RN milik keluarga Akhirudin ditetapkan sebagai pemenang.













