“Bahkan sejak mahasiswa itu, saya yang berasal dari aktivis selalu bilang, sejak kita menjadi mahasiswa yang aktif di intra-kampus maupun ekstra kampus, pertanggungjawaban keuangan itu enggak pernah beres itu,” kata Arse.
“Itu kita bawa sampai kita bekerja itu,” imbuhnya.
Sebagai anggota DPR dua periode, Arse mengaku sebagian besar uang yang ia terima untuk mencalonkan diri, merupakan bantuan dari berbagai pihak. Bahkan, dia mengaku memiliki pinjaman yang harus ia kembalikan.
“Ya selama ini saya, terpilih dua periode ini dapat duitnya ini ya dapat bantuan, dari sana sini. Bahkan saya ada pinjaman yang harus saya kembalikan,” katanya.
Arse berkata selama ini ia tak pernah memikirkan modal, sebab modal tersebut bukan dari dirinya. Setelah terpilih sebagai anggota DPR, dia mengaku hanya berpikir untuk mengembalikan pinjaman tersebut.
“Tapi kalau modal saya enggak lah. Saya fokus aja menjadi politisi, berusaha untuk baik,” katanya.
Oleh karena itu, Arse mengaku mendukung usul penambahan sumber pendanaan partai politik dari masyarakat, selain dari negara maupun korporasi. Menurut dia, cara itu saat ini sudah dilakukan sejumlah negara di Eropa, seperti Italia, Jerman, Portugal, Swedia Inggris, hingga Australia.
Bahkan, angkanya bisa mencapai 30 hingga 60 persen bantuan keuangan dari publik. Hanya saja, perlu ada aturan untuk memastikan akuntabilitasnya termasuk sanksi yang tegas, misalnya berupa larangan menjadi peserta pemilu seumur hidup jika dilanggar dalam batas tertentu.
“Maka saya sejak awal dengan isu pendanaan partai politik dari publik itu sangat mendukung ya. Dengan syarat kita pun, politisi itu mengubah pikiran dan tindakannya,” kata Arse.
“Kalau ini bisa kita lakukan ya maka, saya lebih senang. Kita akan lebih berpikir bagaimana kita mewujudkan tujuan negara, bagaimana kita mewujudkan aspirasi masyarakat soal duit sudah ada yang mikir kita fokus aja sebagai anggota DPR,” imbuhnya.













