Iskandar mengakui saat itu ia sudah duduk di kursi 37 H pesawat. Akan tetapi tiba tiba sekitar lima orang mendatangi tempat duduknya. Menurut Iskandar, kelima orang itu merupakan personel Polrestabes Medan, petugas Avsec dan kru pesawat.
“Saya sudah masuk dalam pesawat. Sudah duduk dan pesawat siap siap mau terbang. Tiba tiba masuk lima orang. Avsec, kru pesawat Garuda, dan polisi berpakaian preman,” ujarnya.
Petugas tersebut memaksa Iskandar untuk turun dari pesawat. Petugas itu menyebut ada surat penangkapan atas nama Iskandar yang menjadi tersangka kasus judi online dan pelanggaran UU ITE.
Surat penangkapan itu sendiri ditandatangani oleh Kasat Reskrim Polrestabes Medan AKBP Bayu Putro Wijayanto.
“Jadi mereka memaksa saya turun. Saya tanya apa masalahnya. Alasannya ada penangkapan. Saya dibawa ke Galbarata. Di sana sudah ada polisi berpakaian preman. Dan mereka ada surat penangkapan atas nama Iskandar. Di surat itu saya baca ditangkap atas kasus judi online dan ITE. Saya tanya, ini Iskandar yang mana kalian tangkap,” ucap Iskandar.
Belakangan, tambah Iskandar, petugas kepolisian menyadari bahwa mereka ternyata salah menangkap orang. Kemudian satu persatu petugas yang menangkapnya tadi meninggalkannya.
“Pesawat mau tutup pintunya, saya enggak ngasih. Saya bilang jangan tutup dulu. Kemudian dari jauh ada yang teriak ‘salah, salah’. Saya duga itu polisi juga. Tapi setelah saya tanya, mereka malah tidak mengaku polisi. Mereka semua pakai baju preman, satu persatu pergi,” ungkapnya.
Akibat penangkapan itu, penerbangan sempat tertunda sekitar 20 menit. Penangkapan itu membuat heboh penumpang.
“Saya minta petugas Avsec yang menurunkan saya itu meminta maaf kepada penumpang lain, karena ini kecerobohan fatal. Mana boleh orang ditangkap di dalam pesawat, kecuali teroris,” tegasnya.
Iskandar menyebut tindakan itu telah mempermalukan dirinya di depan publik dan melanggar prosedur hukum. Ia menegaskan akan melaporkan peristiwa itu ke Propam Polda Sumut, Komisi III DPR RI, Kapolri, dan Komnas HAM.
“Saya merasa dipermalukan, saya merasa harga diri saya diinjak injak. Saya merasa terteror. Ini pelanggaran HAM, penangkapan sewenang-wenang. Masak polisi salah tangkap, padahal mereka penegak hukum,” ujarnya.
Sejauh ini belum ada pernyataan resmi dari pihak Polrestabes hingga yang terkait atas somasi dari Iskandar tersebut.
Sebelumnya, Kasat Reskrim Polrestabes Medan, AKBP Bayu Putro Wijayanto enggan menjelaskan peristiwa salah tangkap tersebut. Dia meminta agar masalah itu ditanyakan langsung ke Polda Sumut.
“Sudah dijelaskan nanti akan di release oleh Humas Polda Sumut,” ujarnya kepada CNNIndonesia.com.
Sementara itu, Head of Corporate Secretary and Legal PT Angkasa Pura Aviasi, Dedi Al Subur mengatakan Bandara Kualanamu hanya membantu aparat penegak hukum yang akan melaksanakan tugas dan fungsinya.
“Adapun kecocokan data pada manifest penumpang pesawat dengan data yang ada dalam Surat Perintah yang diterbitkan oleh Pihak Kepolisian, secara pastinya menjadi ranah dan kewenangan dari Pihak Maskapai/Airlines dan Pihak Kepolisian,” kata Dedi.


 
									










