Inflasi Tertinggi di Sumut, Kebijakan Pemkot Sidimpuan Dipertanyakan ?

  • Bagikan

PADANGSIDIMPUAN (LENSAKINI) – Kenaikan harga kebutuhan pokok kembali menampar wajah ekonomi Kota Padangsidimpuan. Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) Kota Padangsidimpuan, Oktober 2025 mencatat tingkat inflasi year-on-year (y-on-y) mencapai 5,71 persen, menjadikan kota ini sebagai salah satu wilayah dengan inflasi tertinggi di Sumatera Utara, hanya terpaut sedikit dari Kabupaten Deli Serdang yang mencatat 6,24 persen.

Kenaikan tersebut jauh melampaui rata-rata inflasi provinsi dan nasional, menandakan lemahnya upaya pengendalian harga di tingkat daerah.

Data BPS menunjukkan kelompok makanan, minuman, dan tembakau menjadi penyumbang terbesar inflasi dengan andil 3,51 persen, disusul perawatan pribadi dan jasa lainnya sebesar 1,23 persen, serta perumahan, air, listrik, dan bahan bakar rumah tangga sebesar 1,04 persen.

Di lapangan, lonjakan harga sudah lama dirasakan masyarakat. Mulai dari beras, cabai merah, hingga kebutuhan dasar lainnya terus mengalami kenaikan tanpa ada langkah konkret dari pemerintah kota.

“Harga naik semua, tapi pendapatan tetap. Setiap ke pasar rasanya makin berat,” keluh salah seorang warga Kecamatan Padangsidimpuan Selatan.

Ironisnya, di tengah tekanan inflasi yang kian mencekik, kebijakan Pemko Padangsidimpuan dinilai hanya sebatas formalitas. Program operasi pasar maupun monitoring harga dianggap tidak menyentuh persoalan mendasar seperti rantai pasok dan distribusi pangan.

“Koordinasi antarlembaga lemah, intervensi pasar minim. Pemko seolah hanya menonton harga bergerak liar,” ujar H. Rusydi Nasution yang juga merupakan ex vice president salah satu bank swasta ternama

Situasi ini menimbulkan pertanyaan besar tentang efektivitas Tim Pengendalian Inflasi Daerah (TPID) Kota Padangsidimpuan. Dalam kondisi harga yang terus menanjak, publik menilai pemerintah kota gagal membaca dinamika pasar dan terlalu reaktif dalam mengambil kebijakan.

BPS juga mencatat, tingkat inflasi month-to-month (m-to-m) pada Oktober 2025 mencapai 0,63 persen, sementara year-to-date (y-to-d) mencapai 4,78 persen.

  • Bagikan