MEDAN (LENSAKINI) -Sebanyak 13 daerah di Sumatera Utara (Sumut) masuk dalam kategori zona merah perdagangan anak. Untuk itu, diimbau kepada seluruh orangtua agar meningkatkan kewaspadaannya.
Tak heran, Pemprov Sumut langsung mengeluarkan peringatan kepada seluruh masyarakat. Sebab, ada 13 krawan terhadap praktik TPPO. Ini adalah informasi krusial yang perlu diketahui oleh setiap warga Sumut.
Kepala Dinas Pemberdayaan Perempuan, Perlindungan Anak, dan Keluarga Berencana Provinsi Sumut, Dwi Endah Purwanti, 13 lokasi ini menjadi fokus utama pencegahan pemerintah.
Beberapa daerah yang disebutkan memiliki kerawanan tinggi antara lain adalah, Kota Medan, Binjai, Kabupaten Deli Serdang, Kabupaten Langkat dan
Asahan
Kerawanan ini umumnya disebabkan oleh tingginya mobilitas penduduk dan dorongan ekonomi yang membuat banyak individu, terutama kaum muda, mudah tergoda oleh janji-janji pekerjaan dengan imbalan fantastis, baik di dalam maupun luar negeri.
Faktor pendorong kerawanan TPPO di Sumut tak lepas dari tingginya angka warga yang nekat bekerja ke luar negeri, terutama di wilayah Asia Tenggara. Kamboja menjadi salah satu negara tujuan utama yang paling disorot.
Data dari Kementerian Pelindungan Pekerja Migran Indonesia (PMI) menunjukkan fakta yang mencengangkan: ada sekitar 80.000 warga negara Indonesia (WNI) yang bekerja secara non-prosedural (ilegal) di Kamboja tanpa adanya kerja sama resmi penempatan kerja. Jumlah yang signifikan dari angka tersebut diperkirakan berasal dari Sumut.
Merespons kondisi ini, pemerintah Indonesia telah mengambil langkah tegas. Sejak April 2025, telah dikeluarkan larangan resmi bagi WNI untuk mencari pekerjaan di negara-negara dengan risiko tinggi, yaitu, Kamboja, Myanmar dan Thailand.
Meskipun sudah ada larangan, banyak WNI yang masih mencari celah, sering kali memulai perjalanan mereka dengan visa turis sebelum akhirnya terjebak dalam pekerjaan non-prosedural, jauh dari perlindungan hukum.
Modus Operandi TPPO: Bukan Hanya Soal Pekerja Migran
TPPO memiliki banyak wajah, dan tidak hanya terbatas pada penempatan kerja ilegal ke luar negeri. Dwi Endah Purwanti menjelaskan bahwa eksploitasi bisa terjadi dalam berbagai bentuk, meliputi:
Eksploitasi Seksual
Kerja Paksa atau Perbudakan
Mempekerjakan Anak
Asisten Rumah Tangga (ART) yang Tidak Digaji atau Gaji Tidak Sesuai Kesepakatan
Ini menunjukkan bahwa praktik perdagangan orang bisa terjadi di sekitar kita, bahkan di dalam negeri.
Polda Sumut telah menunjukkan keseriusannya dalam memberantas kejahatan ini. Sepanjang periode Januari hingga Juni 2025, aparat kepolisian berhasil mengungkap enam kasus TPPO, menetapkan 11 tersangka, dan menyelamatkan 70 korban, di mana 26 di antaranya adalah perempuan.
Langkah Pemprov Sumut: Bersinergi Mencegah dan Melindungi
Pemprov Sumut menyadari bahwa pencegahan adalah kunci. Mereka telah mengaktifkan serangkaian upaya terpadu untuk meredam angka TPPO, khususnya di 13 daerah rawan tersebut.
Upaya-upaya yang dilakukan mencakup:
Sosialisasi dan Advokasi: Melibatkan Organisasi Perangkat Daerah (OPD) dan pemangku kepentingan untuk memberikan pemahaman mendalam tentang risiko dan modus TPPO.
Bimbingan Teknis (Bimtek): Memberikan pelatihan pencegahan kekerasan terhadap perempuan dan anak di tingkat provinsi dan kabupaten/kota.
Sinkronisasi Program: Melakukan koordinasi yang ketat dalam pelaksanaan kebijakan dan program pencegahan kekerasan terhadap perempuan dan TPPO, sejalan dengan visi dan misi Gubernur dan Wakil Gubernur Sumut.
Pencegahan TPPO adalah tanggung jawab bersama. Dengan mengenali daerah-daerah rawan dan modus-modus yang ada, masyarakat Sumut diharapkan dapat meningkatkan kewaspadaan dan melindungi diri serta keluarga dari bahaya perdagangan orang.