“Ngebut” Bangun Koperasi Merah Putih, Apa Taruhan Ekonomi Rakyat di Baliknya?

  • Bagikan

Dari sisi ekonomi makro, percepatan koperasi ini juga dikaitkan dengan dua tujuan utama untuk ketahanan pangan nasional dan inklusi keuangan masyarakat kecil.

Selama ini, rantai pasok produk pertanian dan perikanan di Indonesia terkenal panjang. Petani menjual hasil panen ke tengkulak, lalu ke pengepul, baru sampai ke pasar.

Margin keuntungan menipis di tangan mereka yang justru bekerja paling keras. Melalui koperasi desa, rantai ini diharapkan menjadi lebih pendek.

Selain itu, koperasi Merah Putih juga diarahkan untuk memperluas akses keuangan masyarakat desa. Program ini dikaitkan dengan lebih dari 20 juta keluarga penerima manfaat (KPM) dari berbagai program sosial.

Melalui koperasi, mereka tidak hanya menjadi penerima bantuan, tetapi juga pelaku ekonomi. Pemerintah memperkirakan koperasi ini akan membuka lapangan kerja baru dan menggerakkan ekonomi desa.

Hingga September 2025, sudah tercatat 681 tenaga kerja baru terserap dalam program ini dan angka itu diproyeksikan terus meningkat seiring perluasan koperasi ke ribuan desa lain.

Antara Kecepatan dan Kualitas

Namun di balik angka-angka yang tampak menjanjikan itu, muncul kekhawatiran klasik yakni apakah percepatan ini benar-benar substansial, atau hanya administratif?

Beberapa pengamat menilai, koperasi tidak bisa dibangun secara instan. Ia tumbuh dari budaya kolektif, dari kepercayaan antaranggota, dan dari sistem tata kelola yang matang.

“Koperasi yang baik lahir dari kebutuhan bersama, bukan hanya instruksi dari atas,” ujar seorang ekonom Universitas Gadjah Mada dalam sebuah forum diskusi publik.

Komisi VI DPR RI juga mengingatkan bahwa jumlah koperasi bukan indikator utama yang terpenting adalah sejauh mana koperasi itu aktif menjalankan kegiatan ekonomi dan memberi manfaat nyata bagi anggotanya.

Berdasarkan data Kementerian Koperasi, dari lebih 130 ribu koperasi aktif di Indonesia, baru 71 persen yang melaksanakan Rapat Anggota Tahunan (RAT) salah satu tanda tata kelola sehat. Artinya, kualitas masih menjadi pekerjaan rumah besar.

Percepatan ini membawa taruhan besar. Jika koperasi Merah Putih dikelola dengan baik, dampaknya akan terasa luas. Petani bisa menikmati harga jual yang lebih adil, UMKM mendapat akses modal dan pasar yang lebih terbuka, dan desa-desa mulai menjadi pusat pertumbuhan baru.

  • Bagikan